Jumat, 09 April 2010

PROBLEMATIKA BUNUH DIRI

                             
    Bunuh diri merupakan tindakan mengakhiri hidup sendiri tanpa bantuan aktif orang lain. Alasan melakukan ini banyak macamnya, tapi umumnya didasari oleh rasa bersalah yang sangat besar, karena merasa gagal untuk mencapai sesuatu harapan. Beberapa kasus bunuh diri yang terjadi di Indonesia selama sepekan terakhir, dua di antaranya terjadi di pusat belanja Jakarta. Selain dilanda putus asa karena tidak mampu memecahkan masalah, ada juga diakibatkan oleh kepribadian tertentu. Salah satunya depresi. Jadi,orang yang tidak puas dan tidak kuat menahan cobaan hidup, bisa memilih jalan bunuh diri.
    Bunuh diri dalam budaya Jepang yang dikenal istilah hara-kiri.Hara kiri,didasari semangat untuk mencapai suatu kehormatan. Karena mati dianggap lebih terhormat daripada hidup tidak punya harga diri. Bunuh diri (harakiri) sudah menjadi salah satu "tradisi" di negara sakura ini. Umumnya harakiri dilakukan dengan cara menusukan samurai ke perut sang pelaku hingga tewastetapi, "tradisi" ini makin berkembang dengan beragam cara, mulai dari menusukkan samurai, menenggak racun, gantung diri, menabrakan diri di kereta, hingga loncat dari ketinggian tertentu yang mematikan. Bahkan di tahun 1945 saat Perang Dunia ke-II, Harakiri berkembang menjadi sebuah adegan yang lebih dahsyat. Para pilot jepang menabrakan dirinya ke kapal-kapal sekutu untuk menghambat pergerakan musuh yang semakin dekat ke Jepang. Gerakan ini dikenal dengan nama "Kamikaze" (angin yang besar). Kamikaze - pun tiada lain adalah harakiri yang diwujudkan dalam bentuk super "heroik".

    Harakiri menjadi sebuah "fenomena" menarik untuk 'dikaji' mengingat banyak values yang terkandung di dalamnya. Lepas dari pandangan kita bahwa tindakan tersebut tentulah tidak "wajar". Di berbagai negara lain, termasuk Indonesia, tindakan bunuh diri juga acap kali muncul. Pun juga di negara-negara maju lainnya. Lalu apa yang membuat "harakiri" menjadi lebih unik untuk dibahas ? motif "harakiri" itu yang membuat perbuatan ini menjadi banyak "nilai" untuk diserap. etidaknya ada tiga motif dibalik bunuh diri ini :
PERTAMA : motif HARGA DIRI. dengan motif ini, para samurai dulu melakukan bunuh diri demi menjaga harga dirinya. Tindakan kamikaze di saat PD II pun saya golongkan dalam motif ini. Jepang tidak ingin sejengkal pun tanah mereka di injak oleh AS dan sekutunya, hingga dengan cara apapun, pergerakan musuh mereka harus ditahan. Kisah pertempuran di Iwojima (Letters from Iwojima) menunjukkan heroisme tentara Jepang yang melakukan pertempuran hingga titik tenaga dan titik darah terakhir mereka. Satu lagi yang menarik, dalam film "The Last Samurai", Ken Watanabe yang berperan sebagai seorang samurai melakukan adegan harakiri demi menjaga harga dirinya ketimbang bertekuk lutut pada tentara. Tidak aneh, para korban-korban harakiri tersebut mendapatkan penghormatan yang besar dari masyarakat, termasuk dari orang yang pada masa hidup tidak menyukainya.
KEDUA : motif MALU. Motif ini paling dominan dilakukan oleh pelaku harakiri di masa kini. Motif "tidak bisa menahan malu" dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat, mulai dari pejabat, akademisi, hingga rakyat biasa. Tahun 2007 kita masih ingat "kejutan" di jajaran Kabinet Shinzo Abe (PM Jepang pengganti Koizumi) dengan tewasnya Menteri Pertanian mereka akibat kasus bunuh diri. Diyakini, tindakan tersebut dilakukan karena Sang Menteri tidak bisa menahan malu akibat skandal kasus korupsi yang diduga (masih dugaan) membelitnya. Di tahun yang 2006, seorang professor (associate) tewas bunuh diri di dalam laboratoriumnya (kasus di kampus kami, Osaka University) yang diduga melakukan pemalsuan data risetnya dalam sebuah jurnal ilmiah terkemuka dibidang bioscience. Kasusnya kemudian diangkat Majalah Nature, majalah nomor wahid dalam bidang science, dalam sebuah artikel "Mysteri surrounds lab death".Kelompok pelaku bunuh diri ini didorong oleh ketidakmampuan mereka menahan malu akibat kasus-kasus yang menimpanya.
KETIGA : motif BALAS DENDAM. Pada kasus ini, biasanya dilakukan oleh seseorang yang kecewa pada keluarganya. Misal seorang anak yang merasa tidak diperlakukan adil, dan lain sebagainya. Tindakan bunuh diri dilakukan dengan menabrakan diri pada kereta api. Dengan tindakan seperti ini, umumnya keluarga sipelaku akan kerepotan karena dikenai tuntutan mengganggu ketertiban umum. Keluarga pelaku akan dituntut membayar ganti rugi oleh perusahaan kereta akibat keterlambatan yang disebabkan oleh peristiwa tabrakan tersebut. Bukan hanya itu, keluarga pelaku juga harus menanggung kerugian dan meminta maaf pada semua penumpang yang merasa dirugikan dengan kejadian ini. Repotnya keluarga inilah mungkin yang dimaksudkan dengan upaya “balas dendam” si pelaku.
    Dari TIGA MOTIF di atas, menjadi menarik jika kita cermati bahwa tidak satu pun pelaku bunuh diri melakukan harakiri karena himpitan ekonomi atau kesusahan. Tidak ada orang yang serta merta gantung diri akibat tidak bisa membeli beras atau kendala ekonomi lainnya. Inilah yang membedakan dengan banyaknya bunuh diri di Indonesia. Rata-rata, kasus bunuh diri di negeri kita lebih banyak didorong oleh himpitan ekonomi. Adanya anak yang gantung diri akibat tidak bisa membeli buku sekolah, ibu yang membunuh anaknya, dan seterusnya. Ekonomi masih menjadi motif utama kasus-kasus bunuh diri di negara kita. Meskipun tentu, beberapa kasus didorong oleh motif di luar ekonomi.

Pendapat tentang fenomena bunuh diri:
1. Ahli sosiologi dari UI, Ikbal Jayadi.
    Menurutnya, dalam kasus tindakan bunuh diri golongan menengah ke atas, tekanan sosial biasanya menjadi pemantik. Terlebih jika segala tindakannya disorot oleh masyarakat. Secara teoritis, ada tiga kategori faktor eksternal yang berpengaruh pada hidup seseorang. Pertama, faktor mikro yang merupakan dukungan dari keluarga dan teman-teman dekat. Kedua, faktor meso yang berupa dukungan dari komunitas profesional atau institusi kontrol sosial. Dan terakhir adalah faktor makro yang merupakan wacana di tingkat publik. Media tergolong kategori terakhir.Jika ketiga faktor ini bersama-sama bersikap tidak mendukung atau menyudutkan, maka seseorang dapat memilih tindakan bunuh diri. Tindakan bunuh diri dari kalangan menengah ke atas, terlebih public figure, menunjukkan bahwa ia tidak bisa bertahan terhadap tekanan dari skala mikro hingga makro. Dari kacamata sosial, fenomena bunuh diri golongan menengah atas ini menarik dicermati, menunjukkan bahwa kontrol sosial bekerja dalam sistem masyarakat. Ternyata, kita masih memiliki budaya malu. Jika sistem hukum ditegakkan secara konsisten, kode etik profesional dipatuhi, dan masyarakat serta media menjalankan fungsi kontrol sosialnya, maka dunia tidak menyisakan tempat bagi orang-orang yang melanggar kepentingan publik.Karena mereka akan beramai-ramai melakukan bunuh diri. Alternatif lain, menurut Ikbal, mereka akan ragu melakukan kejahatan karena takut akan "hukuman" publik.Namun Ikbal mengingatkan bahwa efek tekanan publik ini mesti didukung oleh faktor mikro dan meso.Jika tekanan sangat tinggi, sementara keluarga dan kawan-kawan dekat, bahkan komunitas profesional masih memberikan dukungan, maka seseorang masih bisa bertahan.
2. Ahli psikologi Sani B Hermawan
    Menurutnya, kasus bunuh diri di Indonesia dilakukan bukan karena didasari semangat pencapaian kehormatan seperti dalam hara-kiri. Sebab, budaya Indonesia dengan Jepang beda. Apalagi, masyarakat Indonesia umumnya taat pada agama dan agama melarang bunuh diri.Kasus bunuh diri di Indonesia hanya sebatas karena mereka tidak mampu memecahkan masalah pribadi dengan lebih baik.
    Menurut saya,atas dasar alasan dan latar belakang apapun bunuh diri merupakan tindakan yang salah,walaupun tiap manusia berhak atas kehidupannya.Manusia memang dihadapkan oleh berbagai permasalahan hidup dalam pemenuhan kebutuhannya,problematika yang ada dalam masyarakat tapi jangan sekalipun berpikir untuk mengakhiri hidup.Dengan bunuh diri hidup kita memang berakhir namun kita memberikan permasalahan baru kepada orang- orang di sekitar kita yang jelas amat sangat merugikan.Masih banyak cara lain untuk menyelesaikan masalah dan tiap masalah pasti ada celah,mungkin dengan perenungan, intropeksi diri serta mendekatkan diri pada Sang Pencipta bersyukur padaNya atas tiap hela nafas yang kita dapatkan tiap harinya.Kita mungkin terluka ataupun bisa mati,tapi janganlah pernah menyalahkan hidup karena kesempatan masih ada.Pencegahan bunuh diri dapat dilakukan dengan meningkatkan  pendidikan emosional sejak dini,meningkatkan mutu hidup kita,bersosialisasi dengan lingkungan,mendekatkan diri pada keluarga,memberikan dukungan pada yang berkesusahan dan masih banyak kegiatan lain yang dapat kita lakukan untuk kehidupan yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar